Jumat, 28 Oktober 2016

PERKEMBANGAN SISTEM PERS DI INDONESIA

Pengertian Pers

            Secara etimologis, kata pers atau press (dalam Bahasa Inggris) artinya menekan atau mengepres. Isitlah ini merujuk pada alat dari besi atau baja yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu barang. Kata pers berkaitan dengan upaya menertibkan sesuatu dengan upaya menertibkan sesuatu melalui cara mencetak. Proses produksinya adalah dengan cara memakai tekanan (pressing).

Menurut Lesikow, komunikasi pers memiliki arti sebagai berikut:

a. Usaha percetakan atau penerbitan
b. Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
c. Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televise
d. Orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita
e. Media penyiaran berita yakni surat kabar, majalah, radio, dan televisi.

Terdapat dua pengertian tentang pers:

a. Pers dalam arti sempit: adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan bulletin-buletin pada kantor berita.
b. Pers dalam arti luas: mencakup semua media komunikasi yaitu media cetak, media audio, media audiovisual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dan sebagainya.

            Menurut UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Pengertian inilah yang termasuk pengertian pers dalam arti luas.

Perkembangan Pers di Indonesia

            Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak lepas dari sejarah politik Indonesia. Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan.

a. Pers Kolonial

Pers kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa kolonial. Pers kolonial meliputi surat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonial Belanda. Di samping itu, pers kolonial juga membantu usaha pemerintah Hindia Belanda dalam melanggengkan kekuasaannya di tanah air.

b. Pers Cina

Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. Pers Cina meliputi koran-koran, surat, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia, atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina.

c. Pers Nasional

Pers nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan.
Tirtohadisoerjo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan Priyayi yang sejak tahun 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers nasional. Artinya, dialah yang pertama kali mendirikan penerbitan dengan modal nasional dan pemimpinnya orang Indonesia.

            Adapun perkembangan pers nasional dimulai sejak masa pergerakan, masa penjajahan Jepang, masa revolusi fisik, masa demokrasi Liberal, masa demokrasi Terpimpin, masa orde baru, dan pers di era reformasi sekarang ini.

a. Pers masa pergerakan

            Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers masa pergerakan tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan nasional.

            Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat ini merupakan corong dari organisasi pergerakan Indonesia.

            Karena sifat dan isi pers pergerakan adalah anti penjajahan, pers mendapatkan tekanan dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak kepada pemerintah untuk menutup usaha penerbitan pers pergerakan. Pada masa pergerakan itu berdirilah kantor berita nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.

b. Pers masa penjajahan Jepang

            Pada masa ini, pers nasional mengalami kemunduran besar. Pers nasional yang pernah hidup di zaman pergerakan, secara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yang sama, yaitu mendukung kepentingan Jepang. Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan bersifat pro Jepang.

            Dan di akhir pemerintahan kolonial Jepang, pers radio punya peran yang sangat signifikan. Ia turut membantu penyebarluasan Proklamasi dan beberapa saat sesudahnya dalam Perang Kemerdekaan.

c. Pers masa Revolusi Fisik

            Periode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. Masa itu adalah saat bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil diraihnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki Indonesia sehingga terjadilah perang mempertahankan kemerdekaan.

Saat itu, pers terbagi menjadi dua golongan, yaitu:

• Pers NICA, yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda. Pers ini berusaha mempengaruhi rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk bekuasa di Indonesia.

• Pers Republik, yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia. Pers Republik disuarakan oleh kaum republik yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers ini benar-benar menjadi alat perjuangan masa itu.

d. Pers masa Demokrasi Liberal

            Masa Demokrasi Liberal adalah masa di antara tahun 1950 sampai 1959. Pada waktu itu Indonesia menganut system parlementer yang berpaham liberal. Pers nasional saat itu sesuai dengan alam liberal yang sangat menikmati adanya kebebasan pers. Pers nasional pada umumnya mewakili aliran politik yang saling berbeda. Fungsi pers dalam masa pergerakan dan revolusi berubah menjadi pers sebagai perjuangan kelompok partai atau aliran politik.

e. Pers masa Demokrasi Terpimpin

            Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa kepemimpinan Presiden Soekarno (1959-1965). Masa ini berawal dari keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1955 untuk mengakhiri masa Demokrasi Liberal yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Sejak itu mulailah masa Demokrasi Terpimpin dengan mendasarkan kembali pada UUD 1945.

            Sejalan dengan Demokrasi Terpimpin, pers nasional dikatakan menganut konsep otoriter. Pers nasional saat itu merupakan corong penguasa dan bertugas mengagung-agungkan pribadi presiden, serta mengindoktrinasikan manipol. Pers diberi tugas menggerakkan aksi-aksi massa yang revolusioner dengan jalan memberikan penerangan, membangkitkan jiwa, dan kehendak massa agar mendukung pelaksanaan manipol dan ketetapan pemerintah lainnya.

            Pada masa ini, mucullah pers televisi. Awal mulanya adalah dari keinginan untuk menyiarkan Pesta Olah Raga Asia IV atau Asian Games IV. Setelah acara ini berakhir, TVRI tidak dapat melanjutkan siarannya karena belum tersedianya studio dan keterlambatan persediaan film. Atas desakan Yayasan “Gelora Bung Karno” dibangunlah studio darurat sebagai studio operasional yang memungkinkan TVRI siaran satu jam sehari. Pada kemudian hari, TVRI semakin berkembang dan hingga akhirnya kini sudah ada banyak stasiun televisi swasta yang juga ikut melakukan kegiatan pers.

f. Pers masa Orde Baru

            Pers senantiasa mencerminkan situasi dan kondisi masyarakatnya. Pers nasional pada masa Orde Baru adalah salah satu unsur penggerak pembangunan. Pemerintah Orde Baru sangat mengharapkan pers nasional sebagai mitra dalam menggalakkan pembangunan sebagai jalan memperbaiki taraf hidup rakyat.

            Pada saat itu, pers menjadi alat vital dalam mengkomunikasikan pembangunan. Karena pembangunan sangat penting bagi orde baru, maka pers yang mengkritik pembangunan mendapat tekanan. Orde baru yang pada mulanya bersifat terbuka dan mendukung pers, namun dalam perjalanan berikutnya mulai menekan kebebasan pers. Pers yang tidak sejalan dengan kepentingan pemerintah atau berlaku berani mengkritik pemerintah akan dibredel atau dicabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

            Kita tentunya masih ingat dengan kasus yang dialami oleh majalah Tempo. Media tersebut pernah dicabut SIUPPnya akibat pemberitaan yang kritis terhadap pemerintahan Orde Baru.

g. Pers masa Reformasi

            Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasannya. Hal demikian sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Pemerintah pada masa reformasi sangat mempermudah izin penerbitan pers. Akibatnya, pada awal reformasi banyak sekali penerbitan pers baru bermunculan. Bisa dikatakan pada awal reformasi kemunculan pers ibarat jamur di musim hujan.

            Pada masa inilah marak bermunculan apa yang disebut jurnalisme online. Kalau sebelumnya pers di Indonesia masih didominasi oleh media cetak dan media penyiaran, pada masa ini mulai banyak berdiri sejumlah jurnalisme online. Jurnalisme ini menggunakan sarana internet sebagai medianya. Jurnalisme ini mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh jurnalisme media cetak dan media penyiaran.

            Kelebihan itu adalah setiap individu memiliki peluang untuk memperoleh informasi dari sumber yang sangat luas. Kedua, jurnalisme online bisa menyiarkan informasi dalam jumlah yang sangat banyak dalam waktu yang sangat pendek. Yang ketiga adalah bisa menggabungkan tulisan, gambar, dan suara dalam satu kemasan (Abrar,2003:49).

            Kelebihan itu yang dianggap sebagai tantangan besar bagi para pelaku pers, terutama surat kabar. Namun pada kenyataannya, jurnalisme online yang sekarang sudah ada di Indonesia belum bisa dikatakan mengancam keberadaan media cetak secara besar. Sejauh ini, keberadaaan jurnalisme media cetak dan jurnalisme online masih saling melengkapi. Sebetulnya media surat kabar berada pada posisi yang kuat untuk membangun masa depan berdasarkan posisi unik mereka di masa lalu yang cukup kuat dan telah mengakar di masyarakat luas. Kehadiran berbagai media online diyakini hanya akan meredefinisikan media cetak konvensional (Grafika, 2000:11).

            Jurnalisme online sendiri memliki kekurangan. Ia kurang memiliki kredibilitas, sehingga apa yang sudah orang lihat di internet belum tentu tepat. Maka orang akan mencari-cari lagi dari sumber yang kredibilitasnya tinggi, salah satunya lewat pemberitaan media cetak dan media penyiaran.
Pada masa reformasi, keluarlah UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hokum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar
4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran

            UU RI No. 40 Tahun 1999, antara lain juga menjamin kebebasan pers serta mengakui dan menjamin hak memperoleh informasi dan kemerdekaan mengungkapkan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani sebagai hak manusia yang paling hakiki. Pasal 2 menyebutkan, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. UU ini juga memberikan kebebasan kepada wartawan untuk memilih organisasi wartawan sekaligus menjamin keberadaan Dewan Pers.
Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi.

            Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap. Dengan instalasi kabinet B.J. Habibie, proses tersebut dikurangi menjadi tiga tahap saja. Terlebih pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, Departemen Penerangan yang menjadi momok bagi dunia pers dengan SIUPPnya dibubarkan. Hal ini membawa pengaruh sangat besar bagi perkembangan dunia pers di Indonesia.

            Dengan longgarnya proses mendapatkan SIUPP, hampir 1.000 SIUPP baru telah disetujui bulan Juni 1998 sampai Desember 2000. Angka tersebut tidak termasuk sekitar 250 SIUPP yang telah diterbitkan sebelum reformasi dan setelah tahun 2000. Sebagian besar penerbitan tersebut merupakan tabloid mingguan yang berorientasi politik. Penerbitan tersebut dimiliki dan didukung oleh konglomerat media, misalnya Bangkit (Kompas-Gramedia Group) dan Oposisi (Jawa Pos Group).
            Namun, dunia pers kembali mengalami kekhawatiran di masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. UU Penyiaran tersebut dirasakan banyak pasal yang tidak demokratis sehingga dapat membelenggu dunia pers, terutama pada pers radio dan televisi.

Pers Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman. Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

• Tahun 1945-an, pers Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan
• Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya
• Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi
• Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi
• Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan B.J. Habibie yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.

Kaitan Dengan Model Pers

            Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm (1956) membagi sistem komunikasi pada empat model pers, yaitu Pers Otoritarian, Pers Libertarian, Pers Soviet Komunis atau Pers Totalitarian, dan Pers Tanggungjawab Sosial. Di antara keempat model tersebut, Indonesia pernah menganut Pers Otoritarian, Pers Libertarian, dan Pers Tanggungjawab Sosial.

1. Pers Otoritarian

            Otoritarian artinya kekuasaan yang mutlak atau otoriter. Falsafah dari teori pers otoritarian adalah pers menjadi kekuasaan mutlak dari kerajaan atau pemerintah yang berkuasa guna mendukung kebijakannya. Teori ini pertama kali muncul dan dikembangkan di Inggris pada abad XV dan XVII yang kemudian menjalar ke seluruh dunia.

            Pers menjadi pendukung dan kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor langsung, dan peraturan yang diterapkan sendiri dalam tubuh serikat pemilik mesin cetak, individu dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah yang berkuasa. Pers bisa dimiliki baik secara publik atau perorangan, akan tetapi tetap dianggap sebagai alat untuk menyebarkan kebijakan pemerintah (Severin,2005:374).

            Pers ini pernah dijalani Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Masa Demokrasi Liberal dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan karena itulah system pemerintahan Indonesia menjadi Demokrasi Terpimpin. Otomatis, system pers Indonesia ikut berubah. Pers kemudian menjadi corong penguasa dan bertugas mengagungkan-agungkan presiden. Pers diarahkan untuk membentuk opini masyarakat yang baik kepada pemerintah agar bisa memuluskan semua kepentingan pemerintahan.

            Sama halnya dengan pers masa Orde Baru. Pemerintah sangat berharap rakyat mampu menjadi mitra dalam melaksanakan kebijakan pemerintah, yaitu melaksanakan pembangunan. Barang siapa berani mengkritik atau memberikan pemberitaan yang menjatuhkan citra pemerintahan, akan mendapatkan tekanan atau hukuman yang sangat tegas dan nyata. Misalnya dibredel atau SIUPPnya dicabut.

            Contohnya, siaran berita televisi pada masa Orde Baru ditujukan semata untuk kepentingan pemerintah, yaitu sebagai alat propaganda bagi kebijakan pemerintah dan sebagai situs bagi definisi rezim ini tentang kebudayaan nasional Indonesia (Sen,2001:152). Televisi swasta dikontrol untuk tidak memproduksi siaran sendiri, akan tetapi merelay siaran berita TVRI dari Jakarta. TVRI sengaja menayangkan berita tentang pemerintahan pada malam hari untuk mengetahui reaksi pemerintah tentang berita yang ada pada media cetak pada pagi harinya. Kemudian mereka dapat menyaring berita yang baik untuk menjaring dukungan rakyat terhadap pemerintah.

            Untuk saksi mata, berita pada TVRI selalu menghadirkan saksi mata dari pihak pemerintahan. Tidak ada pemunculan saksi mata dari warga biasa. Jikalau ada, mereka biasanya hanya dipakai untuk menggambarkan hubungan hirarkis dengan para pejabat tinggi. Seolah TVRI ingin memberikan kesimpulan bahwa pihak pemerintah yang paling kredibel untuk semua macam berita. Padahal tidak. Hal ini justru mengacu kepada pengaburan fakta yang sesungguhnya, serta membatasi masyarakat untuk berpendapat.

2. Pers Libertarian

            Libertarian berasal dari kata liberty yang artinya bebas. Pers ini juga berasal dari Inggris kemudian masuk ke Amerika Serikat dan selanjutnya ke seluruh dunia terutama pada Negara yang menganut paham kebebasan atau liberal. Pers libertarian bertolak belakang dengan pers otoritarian. Falsafah teori ini adalah pers memberi penerangan dan hiburan dengan menghargai sepenuhnya individu secara bebas. Pers bebas mengeluarkan berita baik yang ditujukan kepada masyarakat maupun negara. Campur tangan negara terhadap pers dianggap menindas kebebasan pers. Dalam hal ini negara tidak berhak mengontrol kehidupan pers, justru menjadi alat kontrol sosial.

            Pers harus mendukung fungsi membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari keuntungan. Di bawah teori ini pers bersifat swasta, dan siapa pun yang mempunyai uang yang cukup dapat menerbitkan media (Severin,2005:376).

            Model ini pernah dianut bangsa Indonesia pada pers masa Demokrasi Liberal, di mana pada masa itu pers sangat menikmati adanya kebebasan pers. Namun pada masa itu fungsi pers masih terbatas pada bentuk perjuangan kelompok partai atau aliran politik. Pers belum bisa menjalankan fungsi pers yang sesungguhnya karena pemerintahan belum benar-benar stabil setelah perjuangan pada masa revolusi fisik.

3. Pers Tanggungjawab Sosial

            Falsafah dari teori ini adalah pers memiliki tanggungjawab sosial. Falsafah bahwa pers perlu mempunyai tanggung jawab sosial. Teori ini mulai dikembangkan di Amerika Serikat pada abad ke-20. Pers memberikan penerangan, berita, hiburan, dan produk secara bebas, namun dilarang melanggar kepentingan orang lain dan masyarakat. Para pekerja pers diharapkan memiliki kesadaran bahwa ada tanggung jawab yang harus diemban atas kegiatan jurnalistik yang dilakukan secara bebas. Para wartawan menyadari bahwa ada hak orang lain dan masyarakat yang harus dihargai. Contohnya masalah pribadi, hak asasi manusia, keamanan dan ketertiban masyarakat.

            Teori ini sebenarnya bermula dari teori pers libertarian. Teori libertarian sudah banyak ditinggalkan oleh negara-negara yang menganut system politik liberal, sebab teori ini dinilai merugikan publik. Sebagai gantinya, muncullah teori pertanggungjawaban sosial pers. Inti ajaran teori ini adalah kebebasan dan tanggung jawab sosial pers harus berjalan seimbang. Dalam kebebasan ini, dengan sendirinya melekat tanggung jawab. Hal ini berarti bahwa setiap berita atau tulisan yang dilansir penerbitan pers harus bisa dipertanggungjawabkan baik secara jurnalistik, etika, maupun hukum.

            Posisi teori ini netral dan berada di tengah-tengah kedua mazhab, yaitu antara teori otoritarian dan libertarian. Di satu sisi, mereka menerima ideology kebebasan pers dan di sisi lain juga menerima adanya tanggung jawab sosial atas berita-berita yang dikemukakan. Pers menjadi alat kontrol masyarakat, tetapi masyarakat juga dapat mengontrol pers.

            Teori tanggungjawab sosial mengatakan bahwa setiap orang yang memiliki sesuatu yang penting untuk dikemukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media dianggap tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya (Severin,2005:379). Media pers dikontrol dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen, kode etik profeisonal, dan dikontrol oleh badan pengatur karena keterbatasan-keterbatasan tertentu.

            Model pers ini dialami Indonesia setelah masa Orde Baru usai, yaitu pada masa Reformasi. Pers Indonesia bebas menggunakan haknya untuk meliput berita, akan tetapi ia juga dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan berita yang disampaikan. Oleh karena itu hendaknya tiap-tiap pekerja jurnalisme memiliki ketrampilan jurnalisme yang baik dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Akan tetapi, walau berita di masa Reformasi kini sudah tidak dipengaruhi lagi oleh rezim penjajah atau rezim pemerintah yang otoriter, isi berita masih bisa juga dipengaruhi oleh hal-hal lain. Hal itu adalah pengaruh sponsor iklan dan pengaruh kepemilikan media. Hal ini yang tampaknya sulit dihindari. Masing-masing media kini harus berebut sponsor iklan agar bisa melangsungkan jalannya media tersebut. Oleh karena itu, biasanya kaum pengiklan punya ikut campur dalam urusan isi berita. Hal ini tentunya juga demi keuntungan yang diinginkan pihak pengiklan tersebut.

            Sedangkan dari sisi kepemilikan media bisa kita lihat dari perisitiwa pencalonan Ketua Umum Partai Golkar baru-baru ini. Dua kandidat terbesar adalah Aburizal Bakrie dan Surya Paloh yang kebetulan keduanya memiliki stasiun televisi yang tayangan utamanya berbasis pada berita. Otomatis, masing-masing stasiun televisi tersebut digunakan untuk saling bersaing mempropagandakan keunggulan masing-masing kandidat demi suksesnya tujuan mereka, yaitu terpilih sebagai Ketua Umum Golkar. Timbullah berita yang sifatnya subyektif dan cenderung mendukung mereka.


Tiga pilar penyangga utama pers
Ibarat sebuah bangunan, pers hanya akan bisa berdiri kokoh apabila bertumpu pada tiga pilar penyangga utama yang satu sama lain berfungsi saling menopang (Haris Sumadiria, 2004). Ketiga pilar itu adalah:
1.      Idealisme
 Idealisme. Dalam pasal 6 UU Pers no 40 tahun 1999 dinyatakan, pers nasional melaksanakan peranan sebagai: a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak azasi manusia serta menghormati kebhinekaan; c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan infoemasi yang tepat, akurat, dan benar; d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Maknanya, bahwa pers harus memiliki dan mengemban idealisme. Idealisme adalah cita-cita, obsesi, sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara. Menegakkan nilai0nilai demokrasi dan hak asasi manusia, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, adalah contoh idealisme yang harus diperjuangkan pers. Dasarnya, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 ayat (1) UU no 40 tahun 1999, pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2.      Komersialisme.
Pers harus mempunyai kekuatan dan keseimbangan. Kekuatan untuk mencapai cita-cita itu, dan keseimbangan dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakininya. Agar mendapat kekuatan, maka pers harus berorientasi kepada kepentingan komersial. Seperti ditegaskan pasal 3 ayat (2) UU no 40 tahun 1999, pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga ekonomi, penerbitan pers harus dijalankan dengan merujuk pada pendekatan kaidah ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Secara manajerial perusahaan, pers harus memetik untung dan sejauh mungkin menghindari kerugian. Dalam kerangka ini, apapun sajian pers tak bisa dilepaskan dari muatan nilai bisnis komersial sesuai dengan pertimbangan dan tuntutan pasar. Hanya dengan berpijak pada nilai-nilai komersial, penerbitan pers bisa mencapai cita-citanya yang ideal.
3.      Profesionalisme.
Profesianalisme adalah isme atau paham yang menilai tinggi keahlian profesional khususnya, atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama untuk mencapai keberhasilan. Seseorang bisa disebut profesional apabila dia memenuhi lima ciri berikut:
 a. memiliki keahlian tertentu yang diperoleh melalui penempaan pengalaman, pelatihan, atau pendidikan khusus di bidangnya;
b. mendapat gaji, honorarium atau imbalan materi yang layak sesuai dengan keahlian, tingkat pendidikan, atau pengalaman yang diperolehnya;
c. seluruh sikap, perilaku dan aktivitas pekerjaannya dipagari dengan dan dipengaruhi oleh keterikatan dirinya secara moral dan etika terhadap kode etik profesi;
d. secara sukarela bersedia untuk bergabung dalam salah satu organisasi profesi yang sesuai dengan keahliannya;
e. memiliki kecintaan dan dedikasi luar biasa luar biasa terhadap bidang pekerjaan profesi yang dipilih dan ditekuninya;
f. tidak semua orang mampu melaksanakan pekerjaan profesi tersebut karena untuk menyelaminya mensyaratkan penguasaan ketrampilan atau keahlian tertentu. Dengan merujuk kepada enam syarat di atas, maka jelas pers termasuk bidang pekerjaan yang mensyaratkan kemampuan profesionalisme.

Ciri-Ciri Pers

Pengertian sempit, Pers adalah Media massa cetak dan pengertian secara luas meliputi media massa cetak elektronik seperti radio siaran, Televisi siaran yang bertujuan menyiarkan karya jurnalistik. Jadi tegasnya Pers adalah lembaga atau badan yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Dan keduanya diibaratkan sebagai jiwa dan raga karena Pers karena ia berwujud, konkret dan nyata sedangkan jurnalistik itu abstrak, daya hidup dan menghidupi aspek pers. Karena itu pers tidak mungkin beroprasi tanpa jurnalistik begitupula sebaliknya. Dalam hal ini kita akan membahas media cetak arti sempit. Berikut adalah ciri-ciri surat kabar :
Publisitas
Yaitu penyebaran kepada publik atau khalayak. Karena diperuntukan khalayak, maka sifat surat kabar adalah umum. Isi surat kabar terdiri dari berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Periodisitas
Terbitnya surat kabar ini bisa satu kali sehari, dua kali sehari atau satu kali atau dua kali seminggu. Seperti buku biasanya, tidak disebarkan secara periodik, tidak teratur hal ini dikarenakan terbitnya tidak teratur. Jadi penerbitan seperti buku tidak mempunyai ciri periodisitas meskipun disebaran pada khalayak dan isinya menyangkut kepentingan umum.
Universalitas
Ciri surat kabar ini bisa dilihat dari kesemestaan isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia. Sebuah penerbitan berkala yang isinya mengkhususkan diri pada suatu profesi atau aspek kehidupan, seperti Majalah Kedokteran, Arsitektur, Koperasi atau pertanian, tidak termasuk surat kabar.
Aktualitas
Menurut kata aslinya Aktualitas berarti “Kini” dan keadaan sebenarnya. Keduanya erat sekali disangkut pautkan dengan berita yang disiarkan surat kabar. Tetapi yang dimaksudkan dengan aktualitas sebagai ciri surat kabar adalah kecepatan laporan tanpa menyampingkan pentingnya kebenaran berita.


Kamis, 16 Juni 2016

Tugas, Fungsi dan Wewenang Lembaga Negara



1. Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR)

            MPR merupakan lembaga negara(bukan lagi lemabag tertinggi setelah amandemen UUD 1945) yang beranggotakan semua anggota DPR dan anggota DPD yang terpilih dalam pemilu legislatif. Masa jabatan MPR adalah lima tahun sama seperti masa jabatan DPR dan DPD dan MPR paling sedikit harus bersidang sekali dalam masa jabatan di ibu kota negara.  Fungsi, tugas dan wewenang MPR adalah sebagai berikut
:

1. Mengubah dan menetapkan UUD
2. Melantik presiden dan wakil Presiden
3. Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya sesuai UUD.

Hak dan Kewajiban anggota MPR dalam menjalankan tugas dan wewenang
hak anggota
DPR antara lain :

1. Mengusulkan perubahan pasal-pasal UUD.
2. Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan
3. Memilih dan dipilih
4. Membela diri
5. Imunitas
6. Protokoler
7. Keuangan dan administrative

Kewajiban anggota MPR :

1. Mengamalkan Pancasila
2. Menjalankan UUD 1945 dan peratura perundang-undangan
3. Menjaga keutuhan NKRI dan kerukunan nasional
4. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dangolongan
5. Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah













2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

            DPR adalah lembaga negara yang berfungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat. Anggota DPR terpilih melalui pemilihan umum legislatif yang diikuti partai politik pengusung calon anggota legislatif.Dewan Perwaklian Rakyat terdiri dari DPR(Pusat) dan DPRD(daerah).
Keanggotaan DPR yang berjumlah 560 orang sesuai UU Pemilu no 10 tahun 2008 diresmikan dengan keputusan presiden untuk masa jabatan 5 tahun. Masa jabatan ini berakhir ketika anggota DPR baru mengucap sumpah/janji oleh ketua MA dalam sidang paripurna .
                        
Wewenang DPR :

1. Membuat Undang-undang(fungsi legislasi)
2. Menetapkan APBN(fungsi anggaran)
3. Mengawasi pemerintah dalam menjalankan undang-undang(fungsi pengawasan)

Hak-hak anggota DPR :

1. Hak Interpelasi
2. Hak Angket
3. Hak menyatakan pendapat

3.Dewan Perwakilan Daerah

            Dewan Perwakilan Daerah merupakan lembaga negara yang terdiri dari perwakilan dari tiap provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Jumlah anggota DPD maksimal adalah 1/3 jumlah anggota DPR dan banyaknya anggota tiap provinsi tidak sama, maksimal 4 orang. Masa jabatan sama seperti DPR, lima tahun. Anggota DPD berdomisili di provinsinya dan berada di Ibu Kota negara ketika diadakan sidang.
Wewenang:

1. Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
2. Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
3. Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
4. Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.

4. Presiden dan Wakil Presiden

Presiden Indonesia merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang memegang kekuasaan eksekutif menjalankan roda pemerintahan.Presiden dan wkil presiden dipilih langsung melalui pemilu oleh rakyat sesuai UUD 1945 sekarang. Masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah lima tahun sejak mengucap janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Dalam menjalankan program dan kebijakan, pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945 dan sesuai dengan tujuan negara dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945.
Wewenang Presiden sebagai kepala negaraadalah :

1. Membuat perjanjian dengan negara lain melalui persetujuan DPR.
2. Mengangkat duta dan konsul.
3. Menerima duta dari negara asing.
4. Memberi gelar , tanda jasa, tanda kohormatan kepada WNI ataupun WNA yang berjasa bagi Indonesia.

Wewenang Presiden sebagai kepala pemerintahan antara lain :

1. Menjalankan kekuasaan pemerintah sesuai UUD
2. Berhak mengusulkan RUU kepada DPR
3. Menetapkan peraturan pemerintah
4. Memegang teguh UUD dan menjalankan seluruh undang-undang dan peraturann dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
5. Memberi grasi dan rehabilitasi
6. Memberi amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR

Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden merupakan panglima angkatan tertinggi yang memiliki wewenang sebagai berikut:

1. Menyatakan perang, perdamaian, perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
2. Membuat perjanjian internasional dengan persetujuan DPR
3. Menyatakan keadaan bahaya

5. Mahkamah Agung

Mahkamah agung merupakan pemegang kekuasaan kehakiman.Mahkamah agung adalah peradilan tertinggi di Indonesia.Pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyatakan puncak kekuasaan kehakiman dan kedaulatan hukum ada pada MA dan MK. Mahkamah Agung merupakan lembaga yang mandiri dan harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain.Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
Wewenang MA antara lain:

1. Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
2. Memiliki weweang menagili di tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-udangan dibawah UU terhadap UU
3. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi
4. Memberikan pertimbangan (presiden mengajukan grasi)
6. Mahkama Konstitusi

Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan(2)

1. Untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD,
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD,
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Disamping itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.Dengan kewenangan tersebut, jelas bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan semua lembaga negara yaitu apabila terdapat sengketa antar lembaga negara atau apabila terjadi proses judicial review yang diajukan oleh lembaga negara pada MK.

7. Badan Pemeriksa Keuangan

BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD.Dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya secara struktural dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus menyerahkan hasilnya itu selain pada DPR juga pada DPD dan DPRD.Selain dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses pemilihan anggota BPK.

Wewenang :

1. Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
2. Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
3. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
4. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.

8. Komisi Yudisial

Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan.Keberadaan Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman.Dari ketentuan ini bahwa jabatan hakim merupakan jabatan kehormatan yang harus dihormati, dijaga, dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat mandiri. Dalam hubungannya dengan MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan fungsi pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan pengusulan pengangkatan hakim lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan KY.Demikian beberapa catatan mengenai tugas, fungsi serta hubungan antar lembaga.

sumber :